a. Ritual
dalam perspektif sosiologi
Ritual adalah kata
sifat dari rites dan juga ada yang merupakan kata benda. Sebagai kata sifat,
ritual adalah segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara
keagamaan, seperti ritual dance, ritual laws. Sedangkan sebagai kata benda
adalah segala yang bersifat upacara keagamaan, seperti upacara Gereja Katolik
(Hornby 1984:73).
Semua agama mengenal
ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sakral. Salah satu
tujuan pelaksanaan ritual adalah pemeliharaan dan pelestarian kesakralan.
Disamping itu, ritual merupakan tindakan yang memperkokoh hubungan pelaku
dengan objek yang suci dan memperkuat hubungsn soldaritas kelompok yang
menimbulkan rasa aman dan kuat mental.
Dalam agama, upacara
ritual atau rites ini biasa dikenal dengan ibadat, kebaktian, berdo’a atau
sembahyang. Setiap agama mengajarkan berbaagai ibadat, do’a dan bacaan-bacaan
pada momen-momen tertentu yang dalam agama islam dinamakan dengan dzikir.
Kecenderungan agama mengajarkan banyak ibadat dalam kehidupan sehari-hari
supaya manusia tidak lepas dari kontak dengan Tuhannya.
Hampir semua masyarakat
yang melakukan ritual dilatar belakangi oleh kepercayaan. Adanya kepercayaan
pada yang sakral, menimbulkan ritual.
3
Dalam analisis Djamari
(1993:36), ritual ditinjau dari segi tujuan (makna) dan cara.
1. Dari
segi tujuan,
· ada ritual yang
tujuannya bersyukur kepada Tuhan,
· ada ritual
yang tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan
rahmat. contohnya upacara ratiban (di beberapa wilayah Betawi) yang dilakukan
untuk mendoakan orang yang hendak melakukan ibadah haji). Istilah lainnya
adalah walimah al-safar.
· ada tujuannya meminta
ampun atas kesalahan yang dilakukan. Sebagian umat Indonesia melakukan ritual
Tahlilan yang dilakukan ditempat (rumah) keluarga yang meninggal dunia; salah
satu tujuannya adalah mendoakan yang telah meninggal supaya mendapat ampunan
dari Allah atas segala keslahan yang pernah dilakukannya.
2. Dari segi cara dibedakan menjadi dua, yaitu :
· Individual
Sebagian ritual dilakukan secara
perorangan, bahkan ada yang dilakukan dengan mengisolsi diri dari keramaian,
seperti meditasi, bertapa dan yoga.
· Kolektif (umum)
Dilakukan secara
bersamaan, seperti khotbah, shalat berjamah dan haji.
Anthony Wallace (Djamari,
1993;39) meninjau ritual dari segi jangkauannya, yakni :
1.
Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan kegiatan
pertanian.
2.
Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan.
4
3.
Ritual sebagai ideologis-mitos dan ritual tergabung untuk mengendalikan suasana
perasaan hati, nilai, sentiment, dan prilaku untuk kelompok yang baik.
Misalnya, upacara inisiasi (upacara yang berhubungan dengan kelahiran,
perkawinan dan kematian) yang merupakan konfirmasi kelompok terhadap status,
hak dan tanggung jawab yang baru.
4.
Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang mempunyai
pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi orang baru; ia berhubungan dengan
dunia profon.
5.Ritual
sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali). Ritual ini sama
dengan ritual salvation yang bertujuan untuk penyelamatan tetapi fokusnya
masyarakat.
Demikianlah ritual
dalam perspektif sosiologi. Meskipun pada bagain tertentu, kita kurang setuju,
misalnya dengan muncul anggapan bahwa umat islam memuja Hajar Aswad (lihat
Eliabeth K. Notthingham, 1993; 10), karena mereka melihatnya dari sudut formal
(yang tak terlihat), buka sudut ajaran.
b. Ritual
Islam
Secara umum ritual
dalam islam dapat dibedakan menjadi dua : ritual yang mempunyai dalil tegas dan
eksplisit dalam Al-Qur’an dan sunnah; dan ritual yang tidak memiliki dalil,
baik dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah. Salah satu ritual dalam bentuk
pertama adalah shalat; sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan ,
peringatan hari (bulan) kelahiran Nabi Muhammad saw (muludan) dan tahlil.
Selain perbedaan tersebut,ritual dalam islam dapat ditinjau dari sudut
tingkatan. Dari segi ini, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi tiga :
primer, sekunder dan tersier.
5
1. Ritual
islam primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat islam. Umpamanya,
shalat lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ini disepakati oleh para
ulama karena berdasarkan ayat al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad saw.
Terdapat pada surat
al-Isra’ [17] : 78
Dirikanlah shalat dari
sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula shalat
subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat.
2. Ritual Islam
yang sekunder adalah ibadah shalat sunah, umpamanya bacaan dalam rukuk dan
sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.
3. Ritual Islam yang
tersier adalah ritual yang berupa anjuran yang dan tidak sampai pada
derajat sunah. Umpamanya, dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Al-Nasa’i dan
Ibnu Hibban yang menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda, orang-orang yang membaca
ayat kursi setelah salat wajib, tidak akan ada yang menghalanginya untuk masuk
surga. Karena itu, membaca ayat kursi setelah salat wajib adalah tahsini.
Dari sudut mukalaf, ritual
Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Ritual yang diwajibkan kepada setiap orang
2.
Ritual yang wajib kepada setiap individu tetapi pelaksanaannya dapat diwakili
oleh sebagian orang.
Dari segi tujuan,
ritual Islam dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.Ritual
yang bertujuan mendapatkan ridha Allah semata dan balasan yang ingin dicapai
adalah kebahagiaan ukhrawi.
6
2.
Ritual yang bertujuan mendapatkan balasan didunia ini, misalnya shalat istisqa,
yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah agar berkenan menakdirkan turun
hujan.
Dengan meminjam
pembagian ritual menurut sosiologi (yang dalam tulisan ini diambil dari
Homans), ritual dalam Islam juga dapat dibagi menjadi dua: ritual primer dan
ritual sekunder.
Hikmah yang terdapat
dibalik ajaran-ajaran agama islam.
1.
Mengajarkan agar melaksanaka shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar
seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain.
2.
Puasa. Agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa
iba. Tujuan dari puasa, seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah adalah
‘la’alakum tattaqun’, kita diharapkan menjadi orang bertaqwa.
3.
Ibadah haji yang dilaksanakan di kota Makkah. Dalam waktu yang
bersamaan-sehingga merasa bersaudara dengan sesama muslim dari seluruh dunia.
4.Thawaf
mengandung makna bahwa hidup harus penuh dengan diamika yang tak kenal lelah
yang tertuju sebagai ibadah kepada Allah semata dll.
Tetapi jika kita tidak
mempunyai rasa kepedulian social terhadap apa yang terjadi disekitar kita, sesungguhnya
ibadah ritual tadi tidak bermakna apa-apa. Karena, dari ibadah ritual itu
sesungguhnya diharapkan ada dampak nyata pada prilaku social sehari-hari. Oleh
karena itu untuk mengukur keshalehan seseorang tidak cukup dengan hanya dilihat
dari hal-hal yang bersifat ritual. Seperti sabda Rasulullah saw “ sebaik-baik
kamu adalah yang bermanfaat kepada orang lain”.
7
2.1 Pengertian
Institusi
Dalam bahasa
Inggris dijumpai dua istilah yang mengacu kepada pengertian institusi
(Iembaga), yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada
pengertian institusi sebagai sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan
tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai
suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. (Mohammad Daud Ali dan Habibah
Daud, 1995: 1).
Istilah lembaga
kemasyarakatan merupakan pengalihbahasaan dari istilah Inggris, social
institution. Akan tetapi, Soerjono Soekanto (1987:177) menjelaskan bahwa sampai
saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan tepat
untuk menjelaskan istilah Inggris tersebut. Ada yang mengatakan bahwa padanan
yang tepat untuk istilah itu adalah pranata sosial yang di dalamnya terdapat
unsur-unsur yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Pranata sosial,
seperti dituturkan oleh koentjaraningrat (1980: 179), adalah suatu sistem tata
kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada sejumlah aktivitas manusia untuk
memenuhi kebutuhan khusus mereka dalam masyarakat. Dengan demikian, menurut
beliau, lembaga kemasyarakatan adalah sistem tata kelakuan atau norma untuk
memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa arti social
institution adalah bangunan social. Ia merupakan padanan dari istilah Jerman,
yaitu siziale gebilde. Terjemahan ini nampak jelas menggambarkan bentuk dan
struktur social institution.
Pengertian-pengertian
social instiuction yang lain yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, (1987: 179)
adalah sebagai berikut:
1. Menurut
Robert Mac Iver dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau
prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam
suatu kelompok kemasyarakatan.
8
2.Howard Becker
mengartikan social institution dari sudut fungsinya. Menurutnya, ia merupakan
jaringan dari proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang
berfungsi meraih dan memelihara kebutuhan hidup mereka.
3. Sumner
melihat social institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, social
institution ialah perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang
mempunyai sifat kekal yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masvarakat.
Dari paparan
singkat mengenai pengertian institusi, dapat disimpulkan bahwa institusi
mempunyai dua pengertian: pertama, sistem norma yang mengandung arti pranata;
dan kedua, bangunan.
Sebagai sebuah
norma, institusi itu bersifat mengikat. Ia merupakan aturan yang mengatur warga
kelompok di masya¬rakat. Di samping itu, ia pun merupakan pedoman dan tolok
ukur untuk menilai dan memperbandingkan dengan sesuatu.
Norma-norma yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat, berubah sesuai keperluan dan kebutuhan
manusia. Maka lahirlah, umpamanya, kelompok norma kekerabatan yang menimbulkan
institusi keluarga dan institusi perkawinan; kelompok norma pendidikan yang
melahirkan institusi pendidikan; kelompok norma hukum melahirkan institusi
hukum, seperti peradilan; dan kelompok norma agama yang melahirkan institusi
keagamaan.
Dilihat dari
daya yang mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan
menjadi empat macam yaitu:
1.Tingkatan cara
(usage)
Usage menunjuk
pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan
mengikat norma usage adalah paling lemah dibandingkan ketiga tingkatan norma
lainnya.
9
2.Kebiasaan
(folkways)
Folkways
merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang
sama; menggambarkan bahwa perbuatan itu disenangi banyak orang. Daya ikat norma
ini lebih kuat daripada norma usage, contohnya memberi hormat kepada yang lebih
tua. Tidak memberi hormat kepada yang lebih tua dianggap sebagai suatu
penyimpangan. Menurut Mac Iver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang
diakui dan diterima oleh masyarakat.
3.Tata kelakuan
(mores)
Apabila suatu
kebiasaan dianggap sebagai cara berperilaku, bahkan dianggap dan diterima
sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia
merupakan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat
daripada folkways dan usage.
4.Adat istiadat
(custom)
Norma tata
kelakuan (mores) yang terus-menerus dilakukan sehingga integrasinya menjadi
sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat
dan meningkat ke tahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang
melanggar custom akan menderita karena mendapat sanksi yang keras dari
masyarakat. (Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964: 61-2)
2.2 Fungsi
dan Unsur- Unsur Institusi
Secara umum,
tujuan institusi itu adalah memenuhi segala kebutuhan pokok manusia, seperti
kebutuhan keluarga, hukum, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Adapun fungsi
institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut.
1.Memberikan
pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan
sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.
10
2.Menjaga
stabilitas dan keamanan masyarakat.
3.Memberikan
pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Berdasarkan fungsi-fungsi
institusi yang diungkapkan di atas, seorang peneliti yang bermaksud mengadakan
penelitian tingkah laku suatu masyarakat selayaknya memperhatikan secara cermat
institusi-institusi yang ada di masyarakat bersangkutan.
Menurut Mac Iver
dan Charles H. Page, dalam bukunya yang berjudul Society: an Introductory
Analysis yang ditulis dan disadur oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
(1964: 78), elemen institusi itu ada tiga.
1.Association
Association
merupakan wujud konkret dari institusi, ia bukan sistem nilai tetapi merupakan
bangunan dari sistem nilai. Ia adalah kelompok-kelompok kemasyarakatan. Sebagai
contoh, institut atau universitas merupakan institusi kemasyarakatan, sedangkan
Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Institut Agama Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Universitas Padjadjaran, Universitas Airlangga adalah
association.
2.Characteristic
institution
Characteristic
institution adalah sistem nilai atau norma ter¬tentu yang dipergunakan oleh
suatu associaton. Ia dijadikan landasan dan tolok ukur berperilaku oleh
masyarakat asosiasi yang bersangkutan. Tata perilaku dalam characteristic
institution mempunyai daya ikat yang kuat dan sanksi yang jelas bagi setiap
jenis pelanggaran.
11
3.Special
interest
Special
interest adalah kebutuhan atau tujuan tertentu, baik kebutuhan yang bersifat
pribadi maupun asosiasi. Sebagai sebuah gambaran ringkas, kita lihat contoh
berikut ini: Keluarga merupakan asosiasi yang di dalamnya terdiri atas beberapa
anggota keluarga. Para anggota keluarga terikat oleh aturan-aturan yang telah
sama-sama disepakati. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan mereka.[9]
a. Institusi
Islam
Sistem norma dalam agama Islam bersumber
dari firman Allah Swt dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Ia merupakan pedo¬man
bertingkah laku masyarakat Muslim agar mereka memperoleh kemaslahatan hidup di
dunia dan akhirat.
Daya ikat norma dalam Islam tercermin
dalam bentuk:
1. Mubah, dalam terminologi ilmu Ushul
Fikh, mubah tidak mempunyai daya ikat sehingga perilaku mubah tidak mendapat
sanksi.
2.Mandub, mempunyai daya ikat yang agak
kuat sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku dalam kategori ini akan
mendapat pahala.
3. Wajib adalah perilaku yang harus
dilakukan sehingga seseorang yang mengerjakan perilaku wujub akan mendapat
pahala sedangkan yang melanggar akan mendapat sanksi.
4.Makruh, makruh adalah tingkat norma
yang memberikan sanksi kepada yang melanggarnya; dan yang tidak melanggar tidak
diberi pahala
5.Haram adalah norma yang memberikan
sanksi yang sangat berat kepada pelanggar.
Institusi adalah sistem nilai dan norma.
Adapun norma Islam terdapat dalam akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
1. Norma
akidah tercermin dalam rukun iman yang enam.
12
2. Norma ibadah tercermin dalam bersuci
(thaharah), salat, zakat, puasa (shaum), dan haji.
3. Norma muamalah tercermin dalam hukum
perdagangan, perserikatan, bank, asuransi, nikah, waris, perceraian, hukum
pidana, dan politik.
4.Norma akhlak tercermin dalam akhlak
terhadap Allah Swt dan akhlak terhadap makhluk.
Norma-norma dalam Islam yang merupakan
characteristic institution, seperti yang disebutkan di atas kemudian melahirkan
kelompok-kelompok asosiasi (association) tertentu yang merupakan bangunan atau
wujud konkret dari norma. Pembentukan asosiasi dengan landasan norma oleh
masyarakat Muslim merupakan upaya memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga
mereka bisa hidup dengan aman dan tenteram serta bahagia di dunia dan akhirat;
karena institusi di dalam Islam adalah sistem norma yang didasarkan pada ajaran
Islam, dan sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan umat Islam.
Dari paparan singkat di atas, dapat
dikemukan beberapa contoh institusi dalam Islam yang ada di Indonesia, seperti:
1. Institusi perkawinan diasosiasikan
melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agamanya, dengan tujuan agar
perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak
keluarga, terutama perempuan. Pernikahan juga tidak hanya dianggap sebagai
upacara rutinitas namuun memiliki nilai ibadah seorang muslim menikah bukan
semata-mata memenuhi kebutuhan seksual melainkan beribadahh juga.
2.Institusi pendidikan yang
diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah.
13
3.Institusi ekonomi yang diasosiasikan
menjadi Bank Mu'amalah Indonesia (BMI), Baitul Mal Watamwil (BMT).
4.Institusi zakat yang diasosiasikan
menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS). zakat ini sebagai lembaga
ekonomi dalam ioslam merupakan kaarakteristik khas institusi dalam islam.
5. Institusi dakwah yang diasosiasikan
menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Semua institusi yang ada di Indonesia itu
bertujuan memenuhi segala kebutuhan masvarakat Muslim, baik kebutuhan fisik
maupun nonfisik.
6.Institusi politik yang diasosiasikan
menjadi partai politik yang berasaskan Islam, seperti Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Umat Islam (PUI).
14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ritual dalam
persepektif agama dikenal dengan ibadat, kebaktian, berdo’a atau sembahyang.
Dimana ritual tersebut mengandung prilaku tindakan dan tujuan. Semua agama
mengenal ritual dimana prilaku tindakan dalam pelaksanaanya dan tujuannya
berbeda-beda dan ada pula yang sama dengan cara yang berbeda-beda. ritual dalam
Pandangan islam yaitu suatu peribadahan yang didasarkan pada Al-Quran dan
as-sunnah seperti shalat, puasa , dll. Dalam pandangan islampun dikenal
ritual yang tidak didasarkan pada Al-Quran dan as-sunnah seperti marhabaan. Islampun
berpandangan bahwa suatu ritual ada yang diwajibkan. Disunahkan, dan
diharamkan. Dalam ritual tidak terlepas dari cara dan sarana-sarana yang
digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Adapun dalam pelaksanaanya terdapat
aturan-aturan sebagai pedoman dan sebagai tolok ukur dalam peribadatan ritual
baik aturan-aturan yang berdasarkan islam dan aturan masyarakat.
3.2 Kritik dan Saran
Pepatah mengatakan
tidak gading yang tak retak, apabila para pembaca merasa bahwa makalah
ritual dan institusi dalam islam yang kami buat kurang sempurna kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan.
11
Daftar
Pustaka
12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar